- Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan - Selamat Datang di Blog BK SMA Negeri 7 Balikpapan

Senin, 28 November 2016

KONSELING KRISIS

KONSELING KRISIS

Oleh: Dr. Neviyarni S., M.S.
Dosen Jurusan Bimbingan dan Konseling FIP UNP

ABSTRAK
Krisis sering menimpa manusia, baik secara fisik maupun secara psikologis. Penyebab krisis antara lain karena: (1) bencana alam, (2) kecelakaan, (3) penyakit, (4) emosi, (5) tidak berfungsinya hubungan sosial, (6) tahap perkembangan, (7) tidak dapat meraih sesuatu yang diinginkan, (8) ditimpa kesulitan, dan (9) kehilangan seseorang atau sesuatu yang dicintai.
Konseling krisis merupakan pelayanan bantuan kepada klien yang sedang mengalami krisis untuk menghimpun berbagai sumber “energi” yang ada di sekitarnya, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pemecahan masalah ketidakamanan dan kemaslahatan kehidupannya di dunia dan di akhirat nanti.
Dalam membantu klien yang sedang mengalami krisis, dapat dilaksanakan konseling krisis antara lain dengan: (1) memberikan perhatian terhadap penderita krisis, (2) memandu dan memberi kesempatan pada klien untuk melaksanakan relaksasi, (3) mencari nilai positif pada setiap kejadian, (4) mengajak klien untuk meningkatkan kesabaran, (5) melakukan shalat dengan sempurna, (6) tidak mengharapkan balas jasa (ucapan terima kasih) dari siapapun, dan (7) meniatkan segala kegiatan sebagai ibadah untuk mencari ridha-Nya.

A. PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk memiliki berbagai aspek psikologis, yang kadang-kadang merasa terbebani dengan berbagai masalah. Manusia mempunyai potensi untuk berkeluh kesah karena merasa bebannya sudah melebihi kemampuannya untuk memikulnya. Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. “Apabila ia ditimpa kesusahan, ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan amat kikir” (QS. Al-Ma’arif, 19:23).
Kecenderungan manusia dalam menghadapi masalah dengan keluh kesah, yang berbeda adalah kuat atau lemahnya keluh kesah tersebut. Hal ini tergantung pada pribadi masing-masing orang tersebut, yang paling menentukan tentu kuat atau lemahnya iman orang yang mengalaminya. Sifat keluh kesah merupakan sifat yang sangat merugikan. Berkeluh kesah akan mengganggu konsentrasi, mengurangi semangat yang sangat diperlukan dalam kehidupan.
Orang yang sedang mengalami masalah akan merasa penciutan atau pengecilan dalam dirinya.sampai pada titik 0. Ia merasa tidak berdaya, pesimis, frustrasi, menjadi stres dan berada pada keadaan krisis. Dalam menghadapi hal ini sering terjadi situasi krisis, yang terlihat pada tiga tipe orang, yaitu: (1) orang berjalan di tempat, tidak maju walaupun bergerak; (2) orang istirahat di tempat, malas, kurang komitmen, tidak ada gerakan, sangat tidak produktif; dan (3) orang bubar jalan, meninggalkan tempat karena tidak sanggup lagi menghadapi masalah sehingga ada yang bunuh diri dan putus asa, ada yang jadi gila. Bagi orang yang bermasalah, orang yang mengalami beban psikologis yang sangat berat, tidak dapat “berjalan” menurut semestinya, pesimis, perlu bantuan untuk pemecahan masalahnya.
Manusia sering merasa/memperkirakan bebannya lebih (over estimate), dan menilai dirinya lebih kurang mampu (under estimate), menganggap sesuatu sebagai yang bersifat negatif, mencari-cari atau membuat masalah, memiliki kepribadian atau pola hidup yang enak-enak saja. Sehingga bila mengalami yang tidak enak dia menjadi kaget, keluh kesah, merasa dalam keadaan krisis.
Pengertian krisis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1997:530) adalah keadaan yang berbahaya (dalam menderita sakit), keadaan yang genting, kemelut, keadaan suram dalam berbagai hal seperti ekonomi, dan moral. Sedangkan menurut kamus psikologi (Simanjuntak, 1986:86) pengertian krisis adalah suatu titik balik yang jelas dalam perkembangan berbagai kejadian. Menurut Geldard, (1993:138) situasi krisis adalah situasi-situasi dengan resiko tinggi. Krisis timbul sewaktu atau setelah sesuatu peristiwa terjadi secara mendadak, sehingga merubah persepsi partisipan (orang-orang yang ditimpanya) tentang keamanan dan tatanan dunianya.
Sewaktu mendengar kata krisis akan terlintas dalam pikiran orang berbagai keadaan yang mungkin dialami atau dirasakan orang yang mengalaminya berdasarkan pengalaman yang pernah dialaminya, atau pengalaman orang lain yang pernah didengar atau dilihatnya. Dalam keadaan krisis orang akan merasa panik, tidak berdaya, ketakutan, seram, butuh bantuan, tidak bisa menghadapi situasi, tidak tahu apa yang harus dilakukan, ingin melakukan sesuatu secepatnya, bila tidak bisa bertindak cepat akan terjadi bencana yang lebih besar, dan semakin panik.
Dari keterangan terdahulu dapat disimpulkan bahwa krisis merupakan keadaan yang berbahaya, keadaan yang genting, kemelut, keadaan suram, akibat terjadinya suatu peristiwa secara mendadak, sehingga orang atau orang-orang yang ditimpanya merasa tatanan dunia dan kehidupannya tidak aman.

B. BAHAYA DAN NILAI KRISIS
Ada berbagai akibat dari terjadinya krisis, “The dangers and value of crisis” (bahaya dan nilai krisis). Menurut Geldard, (1993:142)  krisis menyatakan bahaya, akan tetapi di samping bahaya ada juga keuntungannya. Jadi tidak selamanya krisis itu jelek.
Jenis-jenis bahaya krisis antara lain: (1) menaikkan tingkat stres, orang yang mengalami krisis sering kali merasa tertekan perasaannya dengan peristiwa yang terjadi; (2) menghendaki tanggapan sesegera mungkin untuk meminimalkannya, keadaan krisis memerlukan penanganan yang cepat dan tepat sehingga dapat dihilangkan, atau dikurangi “tekanannya”; dan (3) merusak emosi dan aspek psikologis lainnya, keadaan krisis sering kali mengganggu perasaan, persepsi, motivasi, sikap, dan cara berpikir orang.
Dampak krisis dapat membuat kesempatan bagi seseorang untuk berubah. Krisis dapat menjadi katalisator untuk mengembangkan sesuatu yang baru, merupakan waktu yang baik untuk melupakan apa yang telah terjadi dan memulai sesuatu penyegaran yang baru. Betapapun dahsyatnya tragedi krisis, namun selalu dapat dicari nilai positif dan hikmahnya. Seseorang yang ditimpa suatu peristiwa tragedi, ia menjadi lebih kuat secara psikologis dan spiritual, hubungannya berubah menjadi lebih baik, kondisi yang tidak baik berubah menjadi lebih berarti. Ibarat seseorang yang meninggalkan suatu tempat yang telah dikenalnya dan mulai memasuki arena baru yang belum pernah diketahuinya, berbagai perasaan tidak stabil akan muncul, seperti perasaan takut, cemas, dan khawatir dalam menghadapi situasi baru itu. Apabila ia menyadari bahwa tidak ada kemungkinan lain yang dapat ditempuh selain menghadapi apa yang ada di depannya, maka mungkin ia akan segera berubah menjadi “harus berani menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi”.
Seringkali tidak efektif mengatakan langsung kepada klien yang menghadapi krisis bahwa di samping bahaya krisis itu ada nilai positifnya. Lihatlah sewaktu dia menyadari ada juga keuntungan dari krisis yang dihadapinya, itulah waktu yang tepat untuk mengemukakannya pada klien, dan segera kembangkan pikirannya ke arah yang positif.

C. JENIS-JENIS DAN PENYEBAB KRISIS
            Ada berbagai jenis krisis, antara lain seperti yang dikemukakan oleh Geldard, (1993:139) seperti berikut ini.
1.  Jenis-jenis Krisis
Bencana alam, seperti gempa, badai, banjir, gunung meletus, badai Tsunami
Seringkali dampak dari bencana alam ini berkepanjangan terhadap kehidupan orang, seperti masa kemarau, banjir dapat menyebabkan orang kelaparan. Bencana ini tidak akan segera berakhir, bila tidak ditanggulangi secara efektif. Bencana alam  biasanya datang tiba-tiba, tanpa ada peringatan terlebih dahulu.
b.  Kecelakaan, seperti kebakaran, tabrakan, tenggelam dalam air, jatuh dari tempat yang tinggi, tertusuk pisau, tertembak
Krisis datang tanpa kompromi terlebih dahulu, sehingga orang yang terkena tidak mungkin mempersiapkan diri untuk menghadapinya. Krisis merupakan suatu hal yang mengancam kehidupan. Krisis akibat kecelakaan yang terburuk adalah kematian.
Sakit/penyakit yang menimpa manusia, seperti stroke, asma, kanker, operasi, sakit kaki, tidak berfungsinya bahagian tubuh
Keadaan tidak berdaya yang dialami seseorang karena penyakit sangat ditakuti sebab taraf keterlibatan seseorang secara fisik, emosional, dan psikologis sangat tinggi. Sama dengan krisis kecelakaan akibat krisis yang disebabkan penyakit yang terburuk adalah kematian.
d.  Emosi yang terganggu
Karakteristik manusia yang penting dan berharga adalah kapasitasnya untuk mengelola emosi. Apabila seseorang “rusak” emosinya dia akan jadi hewan yang bergerak secara otomatis, diibaratkan hanya sebagai mesin. Pada waktu emosi destruktif sangat menyakitkan dialami seseorang dapat mencegah berfungsinya emosi tersebut secara normal, seperti; penyakit destruktif, sedih, depresi, kasar, yang penuh resiko.



Hubungan sosial, seperti hubungan yang tak berfungsi, retak/putus hubungan, perceraian, perselingkuhan pasangan hidup, pemutusan hubungan kerja
Pengalaman krisis sering muncul apabila terjadi hubungan yang “tegang” atau “genting”, putus, atau hilang karena kematian atau perpisahan yang tidak dapat dielakkan. Suami atau istri merasa hancur hatinya dan berpikir bahwa dunia telah runtuh bila dia mengetahui bahwa pasangan hidupnya berselingkuh dengan orang lain. Pada waktu ini dia mengalami luka emosi yang sangat parah. Seringkali orang tua juga mengalami kekecewaan yang mendalam akibat perilaku anaknya yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkannya. Ada juga krisis yang disebabkan oleh kejahatan dengan penganiayaan fisik, ini biasanya yang menjadi korban adalah wanita dan anak-anak.
Krisis perkembangan
Berbagai macam krisis yang tidak mungkin dapat dielakkan. Ada krisis perkembangan yang muncul secara alamiah dan tidak dapat dihindari sewaktu orang melewati tahapan perkembangan dalam kehidupannya. Pada kebanyakan orang krisis perkembangannya yang pertama adalah sewaktu dia dilahirkan, bahkan ada yang terjadi sebelum itu, seperti ada gangguan pada tubuh ibunya swaktu dia dalam kandungan. Masih banyak lagi krisis perkembangan yang dialami seseorang setelah lahir, antara lain krisis pada waktu: anak mulai dapat melangkah, hari pertama di play-group, mulai bersekolah, masuk masa puber, mulai bekerja, meninggalkan rumah, perkawinan atau mulai hidup bersama orang lain, mempunyai seorang anak, kematian dalam keluarga, perpisahan, perceraian, mulai kembali dengan pasangan yang baru, pensiun, menjadi tua, dan meninggal.
Pada masing-masing tahapan tersebut terdahulu, mempunyai resiko tersendiri, meningkatnya tekanan dan kecemasan pasti terjadi, bahkan mungkin terjadi respon emosional yang lain. Apapun bentuk krisis membuat orang cemas, memerlukan respon, dan merupakan tanda-tanda mulainya suatu tahap baru dalam kehidupan seseorang.







2. Penyebab Krisis Lainnya
Ada beberapa faktor lain yang menjadi penyebab krisis, diantaranya sebagai berikut ini.
Tidak dapat meraih hal-hal yang diharapkan
Setiap orang umumnya ingin sukses dengan segala yang dicita-citakannya, selalu ingin keberhasilan dan keberuntungan. Jarang sekali orang yang mempersiapkan diri untuk siap dengan kegagalan, kerugian, atau kekalahan. Akan tetapi dalam kenyataan, tidak semua yang diinginkan, yang dicita-citakan dan diharapkan orang akan berhasil diraih sedemikian rupa. Apabila kegagalan tidak dapat diterima dan disikapi secara positif, tentu akan menyebabkan terjadinya krisis dalam diri orang tersebut.
Ditimpa Kesulitan
Krisis akan terjadi bila seseorang ditimpa kesulitan yang membuat orang itu menderita. Sewaktu orang menderita sakit yang terasa parah, ketika harus hidup dalam kemiskinan yang berkepanjangan, sewaktu mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) sementara orang sangat membutuhkan pekerjaan.
Kehilangan Seseorang atau Sesuatu yang  Dicintai
Apabila seseorang kehilangan orang atau sesuatu yang  dicintainya, seringkali ia merasa terpukul dengan kejadian tersebut. Kecintaan yang sangat mendalam pada seseorang atau kepada sesuatu menyebabkan orang tidak mau berpisah dengan hal yang dicintai tersebut. Bila kehilangan itu terjadi, maka orang akan mengalami keadaan krisis.
Sehubungan dengan krisis yang terjadi, perlu penanganan secepatnya. Salah satu upaya penanganan krisis adalah dengan pelayanan konseling. Pelayanan konseling untuk menangani krisis dinamakan “Konseling Krisis”.
Konseling Krisis dapat dikatakan sebagai pelayanan bantuan kepada klien yang sedang mengalami krisis untuk menghimpun berbagai sumber “energi” yang ada di sekitarnya, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pemecahan masalah ketidak amanan dan kemaslahatan kehidupannya di dunia dan di akhirat nanti.



D. UPAYA PENANGANAN MASALAH MELALUI KONSELING KRISIS
1.  Berikan Perhatian Terhadap Penderita Krisis
Upaya memperlihatkan perhatian dapat dilakukan dengan berbagai teknik antara lain, mulai dari menerima klien, sentuhan fisik (bagi klien sejenis), kontak mata, pertanyaan terbuka, refleksi isi, refleksi perasaan, dan memperlihatkan empati.
2.  Beri Kesempatan Pada Klien untuk Melaksanakan Relaksasi
Dalam krisis klien berada pada keadaan tidak produktif, yang menyebabkan pikiran tidak menentu, perasaan cemas, berbagai pikiran yang tidak kreatif yang akan merusak kesehatan. Untuk menghadapi keadaan tersebut, Konselor dapat membimbing klien untuk melakukan relaksasi sesuai dengan keadaan yang dialami klien. Relaksasi dapat mengurangi kecemasan, berbagai keluhan psikosomatis, dan kegelisahan.  Dapat dilakukan relaksasi sederhana, relaksasi dengan komitmen, atau relaksasi penuh. Relaksasi dilakukan dengan persetujuan klien, klien boleh memilih mana yang diperkirakannya akan cocok dengan keadaan yang sedang dideritanya.
Menurut Haryanto, (2002:76) salah satu bentuk relaksasi dapat dilakukan sewaktu melaksanakan ibadah shalat, karena shalat mempunyai efek relaksasi otot, yaitu kontraksi otot, pijatan dan tekanan pada bagian-bagian tubuh tertentu. Selanjutnya dikemukakannya bahwa bagian-bagian tubuh yang harus digerakkan atau dikontraksikan selama melaksanakan relaksasi antara lain, (a) bagian kepala; mata, pipi, dahi, mulut, bibir, hidung, lidah dan rahang, (b) leher, (c) bahu, (d) lengan bawah dan lengan atas, (e) siku, (f) pergelangan tangan, (g) tangan dan jari-jari, (h) dada, (i) perut, (j) tulang belakang dan punggung, (k) pinggang dan pantat, (l) paha, (m) lutut dan betis, (n) pergelangan kaki, dan (o) kaki dan jari-jari. Semua gerakan tersebut dilaksanakan dalam gerakan-gerakan shalat.
3. Cari Nilai Positif dari Setiap Kejadian
Tidak semua orang melihat nilai positif pada suatu peristiwa atau kejadian yang menguntungkan atau membahagiakan. Bahkan orang cenderung menganggap bahwa hanya kebaikan saja yang ada pada kejadian yang menguntungkan itu. Demikian juga halnya dengan peristiwa atau kejadian yang tidak menguntungkan, yang mendatangkan kesusahan, kebanyakan orang melihatnya dari suatu keburukan saja. Tidak ada kebaikan pada suatu yang mendatangkan kesulitan. Tentu tidak selamanya seperti itu.
Usahakan melihat kebaikan dari peristiwa yang dialami, banyak orang merasa peristiwa yang mendatangkan kesusahan cenderung dipandang sebagai sesuatu yang jelek. Hal ini terjadi hanya karena ketidakmampuan orang melihat hal yang tersirat di balik peristiwa yang tidak menyenangkan itu. Konselor dapat membantu klien untuk mencoba mencari nilai-nilai positif dari peristiwa yang dialami klien.
Kemampuan untuk melihat kebaikan dalam setiap kejadian apapun, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, merupakan kualitas sumber daya manusia yang penting. Hal ini timbul dari keyakinan yang tulus kepada kekuasaan Allah SWT dan pendekatan kehidupan yang dilandasi keimanan.
4. Tingkatkan Kesabaran
Konselor dapat mengajak klien untuk meningkatkan kesabaran dalam menghadapi krisis yang sedang dideritanya. Menurut ajaran agama Islam, peristiwa yang menyebabkan krisis itu adalah ujian. Setiap orang yang beriman, harus diuji dulu keimanannya. Seseorang belum dapat dikatakan beriman apabila belum diuji keimanannya. (QS........). Dalam menghadapi ujian, sebagaimana diajarkan dalam Al-Quran (QS. Al-Baqarah, 2:153) yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”  Manusia hendaklah minta pertolongan dengan sabar dan shalat kepada Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, termasuk kekuasaan untuk menyembuhkan krisis yang sedang diderita manusia tersebut.
5. Lakukan Shalat
Konselor dapat menjelaskan kepada klien bahwa dengan melakukan shalat dapat sangat membantu dalam pemulihan penderitaan krisis. Upaya yang paling baik dilakukan untuk penanganan krisis menurut agama Islam adalah dengan melakukanshalat. Apabila dilihat gerakan-gerakan yang dilakukan orang sewaktu shalat mulai dari takbir, berdiri, ruku’, sujud duduk di antara dua sujud, duduk akhir, sampai mengucapkan salam dapat melebihi relaksasi karena kontraksi otot, pijatan dan tekanan pada bagian-bagian tubuh tertentu terlaksana selama menunaikan shalat. Haryanto (2002:77-78) mengutip beberapa buku dan mengungkapkan bahwa relaksasi otot dapat mengurangi kecemasan, depresi, insomnia, hiperaktif pada anak, keluhan berbagai penyakit terutama psikosomatis. Menurut Arif Wibisono Adi (1985) dalam Haryanto (2002:82) shalat akan berpengaruh pada seluruh sistem yang ada dalam tubuh orang yang mengerjakannya, seperti pada sistem syaraf, peredaran darah, pernafasan, pencernaan, otot-otot, kelenjar reproduksi.


Berikut ini dijelaskan diantara efek dan manfaat masing-masing posisi tubuh dalam gerakan-gerakan shalat.
Tubuh terasa bebas dari berbagai beban karena pembagian beban yang sama pada kedua kaki. Punggung lurus akan memperbaiki postur tubuh. Otot-otot punggung bagian atas dan bawah dilemaskan.
Konsentrasi menyebabkan pengendoran kaki dan punggung, menimbulkan perasaan kerendahan hati dan keshalehan. Waktu berdiri kedua tangan diletakkan di atas pusat, merupakan sikap istirahat yang paling sempurna, sendi pergelangan tangan dan otot-otot kedua tangan berada dalam keadaan istirahat penuh. Sirkulasi darah, terutama aliran darah ke jantung serta produksi getah bening dan jaringan yang terkumpul dalam kantong-kantong kedua persendian itu menjadi lebih baik, sehingga gerakan kedua sendi menjadi lancar dan dapat menghindarkan dari penyakit persendian.
Otot-otot punggung bagian bawah, paha, dan betis sepenuhnya dilonggarkan. Darah dipompa ke batang tubuh bagian atas. Melonggarkan otot-otot bagian perut, abdomen, dan ginjal. Tulang punggung akan tetap dalam kondisi yang baik, karena persendian di antara badan-badan ruas tulang belakang tetap tingal lembut dan lentur. Gerakan ini dapat menghindarkan atau menyembuhkan penyakit membengkoknya tulang punggung.
Darah segar bergerak naik ke batang tubuh pada postur sebelumnya, kembali ke keadaan semula dengan membawa toksin. Tubuh kembali santai dan lepas ketegangan.
Aliran darah ke tubuh bagian atas seperti kepala, mata, telinga, hidung, dan paru-paru dapat membersihkan toksin-toksin. Dengan lutut yang membentuk sudut secara tepat, memungkinkan otot-otot perut berkembang dan mengencang. Dapat mengurangi tekanan darah tinggi, menambah elastisitas tulang. Kontraksi otot pada waktu sujud dengan meletakkan jari dan telapak tangan membuat otot akan menjadi besar dan kuat. Pembuluh nadi dan pembuluh darah balik serta urat-urat getah bening akan terpijit sehingga peredaran darah dan limpa menjadi lancar. Di samping itu membantu pekerjaan jantung dan menghindarkan pengerutan dinding-dinding pembuluh darah akan menghasilkan energi panas yang diperlukan untuk proses pencernaan makanan oleh tubuh. Menghilangkan kesombongan dan egoisme, meningkatkan kesabaran, menaikkan situasi rohani, menghasilkan energi batin yang tinggi di seluruh tubuh, dan yang terpenting dari semua itu adalah meningkatkan kepercayaan kepada Tuhan Allah SWT
Tumit kanan ditekuk dan bobot kaki serta bagian tubuh bertumpu pada tumit kaki bagi laki-laki. Posisi ini membantu menghilangkan efek racun pada hati dan merangsang gerakan peristaltik usus besar. Bagi wanita, kedua kaki disatukan di bawah tubuh. Posisi ini akan membawa kembali ke posisi pengendoran yang besar dan postur ini akan membantupencernaan dengan mendesak turun isi perut.
Sujud ulangan yang agak lama, dalam beberapa detik akan membersihkan sistem pernafasan, peredaran darah dan syaraf. Merasakan keringanan tubuh dan kegembiraan emosional. Penyebaran oksigen ke seluruh tubuh lebih lancar dan menyeimbangkan sistem syaraf sippatik dan para-simpatik.
Pada posisi duduk iftirasy  otot-otot pangkal paha diduduki. Di dalam otot-otot tersebut terdapat salah satu syaraf pangkal paha yang besar di atas kedua tumit. Tumit dilapisi oleh sebuah otot yang berfungsi sebagai bantal. Dengan demikian maka tumit menekan otot dan syaraf pangkal paha. Pijitan tersebut dapat menghindarkan atau menyembuhkan penyakit syaraf pangkal paha.
Shalat juga dijadikan sebagai sarana komunikasi seseorang dengan Allah SWT. Komunikasi dengan diri sendiri, dengan orang lain, dengan alam, terutama dengan Allah SWT sangat diperlukan sewaktu seseorang mengalami masalah, apalagi orang yang mengalami krisis, ia membutuhkan tempat katarsis. Selanjutnya Haryanto (2002:89) mengemukakan bahwa dengan shalat seseorang dapat berdialog, katarsis  langsung dengan Allah Sang Pencipta, Tuhan yang Maha Mengetahui, Pengasih dan Penyayang. Sehingga ia menyadari dan merasa ada yang melihat, ada yang memelihara, ada yang memperhatikan, dan ada yang menolongnya. Perasaan tidak sendirian, tidak kesepian ini membuat perasaannya lega dan akan membantu pemulihan, sehingga ia dapat merasa tenang dan tenteram kembali.  
6. Jangan Mengharapkan Balas Jasa (Ucapan Terima Kasih) dari Siapapun
Manusia sering dengan mudah melupakan kebaikan orang lain kepadanya, ia mengenal dan menjadi dekat dengan orang lain ketika ia membutuhkan pertolongan orang tersebut. Begitu juga banyak orang yang selalu mengingat-ingat jasa dan pertolongannya kepada orang lain. Bahkan mengharapkan orang yang telah ditolongnya dan diberinya jasa tersebut selalu membalasnya dengan jasa yang lebih besar lagi, sesering mungkin berterima kasih kepadanya. Seringkali orang mengeluh karena orang tidak membalas jasanya dan tidak berterimakasih atas kebaikan yang telah dilakukannya. Pada hal dalam ajaran agama Islam yang diminta adalah agar orang pandai berterimakasih atas setiap kebaikan orang lain padanya. Sebaliknya ajaran agama memberikan tuntunan agar orang dapat melupakan semua jasa, pertolongan, dan kebaikannya kepada orang lain. Ajaran agama ini sangat indah, agar seseorang yang telah berbuat baik itu tidak mengalami kekecewaan dengan balasan orang lain kepadanya. Kekecewaan biasanya membuat orang mengeluh, dan lebih parah lagi membuat orang menjadi keluh kesah.
7. Niatkan Segala Kegiatan sebagai Amal Ibadah kepada Allah (Ikhlas) dalam Rangka Mencari Ridha-Nya
Orang yang dapat menikmati hidupnya adalah orang yang paling bersungguh-sungguh menjaga keikhlasannya. Ibadah apapun yang dilakukannya tanpa keikhlasan akan sia-sia belaka. Betapa indah makna yang terkandung dalam ikhlas. Ikhlas, bebas dari segala perbuatan yang tidak disukai Allah, lepas dari maksud-maksud pribadi, tidak pamrih, tidak riya, menjadikan Allah menjadi satu-satunya yang diharapkan, ditaati, dicintai, dan ditakuti. Allah sebagai Pencipta, Pemilik, Pemelihara, dan Penguasa sekalian alam. Hanya apa yang diperintahkan Allah yang menjadi tujuan hidupnya.
Apapun yang dilakukan orang yang ikhlas tidak terpengaruh oleh ada atau tidaknya penghargaan orang lain. Suatu hal yang dicari adalah semata ridha Allah SWT. Ajaran agama Islam menyuruh orang membuat kebajikan karena kebajikan itu baik, dan harus dilakukan serta mencegah perbuatan yang jelek. Berbuat kebajikan dan meninggalkan yang buruk bukan mengharapkan balasan dari orang lain, karena balasan yang sempurna hanya dapat diharapkan datang dari Allah Swt.
Seorang yang ikhlas tidak akan melakukan perbuatan untuk mencari kemegahan, ketenaran, kekuasaan, jabatan, atau pangkat untuk mencari kenikmatan, bersuka ria, mencari kemanfaatan materil, atau kekayaan pribadi. Sesungguhnya perbuatan kebajikan itu dilakukan hanya semata untuk mencari ridha Allah. Tujuan hidupnya jelas dan tegas, langkhnya pasti dan penuh harapan. Bila mengalami kegagalan dalam melakukan sesuatu dia tidak akan merasa kecewa dan frustrasi, dia tidak akan putus asa dengan usahanya, akan selalu berikhtiar dengan ulet menempuh jalan yang disukai Allah.

E. KESIMPULAN
Manusia sering menghadapi krisis, baik secara fisik maupun secara psikologis. Krisis antara lain disebabkan oleh: (1) bencana alam, (2) kecelakaan, (3) penyakit, (4) emosi, (5) tidak berfungsinya hubungan sosial, (6) tahap perkembangan, (7) tidak dapat meraih sesuatu yang diinginkan, (8) ditimpa kesulitan, dan (9) kehilangan seseorang atau sesuatu yang dicintai.
Konseling krisis merupakan pelayanan bantuan kepada klien yang sedang mengalami krisis untuk menghimpun berbagai sumber “energi” yang ada di sekitarnya, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pemecahan masalah ketidak amanan dan kemaslahatan kehidupannya di dunia dan di akhirat nanti.
Berbagai upaya yang data dilakukan dalam pelaksanaan konseling krisis untuk membantu klien yang sedang mengalami krisis, antara lain: (1) memberikan perhatian terhadap penderita krisis, (2) memandu dan memberi kesempatan pada klien untuk melaksanakan relaksasi, (3) mencari nilai positif pada setiap kejadian, (4) mengajak klien untuk meningkatkan kesabaran, (5) melakukan shalat dengan sempurna, (6) tidak mengharapkan balas jasa (ucapan terima kasih) dari siapapun, dan (7) meniatkan segala kegiatan sebagai ibadah untuk mencari ridha-Allah Swt..

DAFTAR BACAAN
 Al-Quran dan Terjemahnya.
 Amin, M.R. 2004. Belajar Sukses dari Shalat: Mengungkap Pelajaran-pelajaran Shalat untuk Meraih Keberhasilan Hidup. Jakarta: Al-Mawardi Prima.
 Dahlan, M.D. 2000. Pakar Kampus: Berda’wah & Berkhutbah. Bandung: Yayasan Fithri.
 Depdikbud. (1997). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
 Drever, J. 1986. Kamus Psikologi (Terjemahan Nancy Simanjuntak). Jakarta: Bina Aksara.
 Geldard, D. 1993. Basic Personal Counselling: A Training Manual for Cunsellors. New York: Prentice Hall.
 Gymnastiar, A. 2004. Bangkit!: Manajemen Qolbu untuk Meraih Sukses. Bandung: MQ Publishing.

 Haryanto, S. 2002. Psikologi Shalat: Kajian Aspek-aspek Psikologis Ibadah Shalat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Senin, 14 November 2016

GAYA BELAJAR

GAYA BELAJAR

Pelantikan Pengurus PIK Remaja SMA Negeri 7 Balikpapan





KONSELING PANCAWASKITA




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan sosial budaya, kondisi individu akan dapat langsung menimbulkan permasalahan pada diri individu. Perasaan yang terancam, kompetensi yang mentok, aspirasi yang terkungkung, semangat yang layu, dan kesempatan yang terbuang sia – sia akan menimbulkan permasalahan dalam berkehidupan sehari – sehari. Masing – masing permasalahan yang timbul itu merupakan gatra – gatra, baik besar maupun kecil, masing – masing gatra permasalahan itu dapat dikaitkan pada masidu, likuladu, dan pancadaya yang ada dan penuh diperoleh individu, serta terkait pada lirahid yang hidup dilingkungan individu tersebut.
Disamping itu perlu dipahami bahwa masing-masing gatra permasalahan itu saling berinteraksi dan dinamis. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa suatu permasalahan yang dialami individu bersifat kompleks dan among. Kekompleksan permasalahan itu lebih lagi diwarnai oleh dinamika dan saling berinteraksinya unsure pancadaya, likuladu, masidu, dan lirahid.
Kewaskitaan konselor selain mengacu kepada kelima faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu, juga mengacu kepada lima proses dalam kegiatan konseling melalui pendekatan / teori dan teknik – tekniknya. Lima proses dalam kegiatan konseling tersebut antara lain pengantaraan (introduksi), penjajakan (investigasi), penafsiran (interpretasi), pembinaan (intervensi), penilaian (inspeksi), dan Penggunaan waktu dan intensitas (Volume). Itulah pancawaskita dimana kewaskitaan yang didalamnya terkandung lima faktor yang akan menjadi andalan bagi keberhasilan konselor.

B.     Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas maka pada rumusan masalah ini akan membahas tentang:
1.      Siapakah  tokoh konseling pancawaskita?
2.      Apa konsep dasar dari konseling pancawaskita?
3.      Apa saja asumsi perilaku bermasalah dari konseling pancawaskita?
4.      Apa tujuan dari konseling pancawaskita?
5.      Bagaimana peran konselor dalam konseling pancawaskita?
6.      Bagaimana deskripsi proses konseling pancawaskita?
7.      Apa saja teknik-teknik dalam proses konseling pancawaskita?
8.      Apa saja kelebihan dan keterbatasan konseling pancawaskita?
9.      Bagaimana aplikasi dan penerapan nya?

C.    Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis bertujuan untuk:
1.      Mengetahui tentang pengertian Pancawaskita.
2.      Memahami tentang hakekat kepribadian dari pancawaskita.
3.      Mengetahui tentang pengertian Gatra.
4.      Memahami tentang hakekat manusia dari pancawaskita.
5.      Mamahami tentang tingkah laku dan kepribadian dari pancawakita itu.
6.      Mengetahui dan memahami tentang ciri – ciri dari inti pengentasan masalah yang ada pada kemandirian individu.
7.      Memahami tentang macam – macam proses kegiatan konseling.
8.      Memahami tentang teknik – teknik proses kegiatan konseling.














BAB II
PEMBAHASAN

A. Tokoh Utama
1. Tokoh Utama dalam Pancawaskita
Prof. Dr. H. Prayitno, MS. lahir di Sidareja ( Kabupaten Cilacap) 21 Desember 1940, adalah Guru Besar dalam bidang bimbingan dan konseling (BK) pada fakultas ilmu pendidikan (FIP) Universitas Negeri Padang (UNP-dahulu IKIP Padang) yang telah puluhan tahun telah berkecimpung dalam pendidikan calon tenaga pembimbingan atau konselor dan praktik pelayanan BK, baik untuk siswa maupun warga masyarakat pada umumnya.
Setamatnya sebagai sarjana jurusan BK (dahulu bimbingan dan penyuluhan) IKIP Bandung tahun 1965. Beliau menjadi dosen IKIP Bandung. Kemudian hijrah dan menjadi dosen IKIP Padang (sejak 1966) dan memegang sejumlah jabatan antara lain Ketua jurusan BK; Dekan FIP IKIP; Direktur sekolah Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP); Guru pembimbing Senior; Anggota Tim Nasional Bimbingan dan penyuluhan PPSP. Sementara itu beliau melanjutkan studi di Macquire University, Sydney (Australia) serta di Indiana University (Amerika Serikat) untuk memperoleh gelar master (1978) dan doktor (1980), keduanya dalam bidang BK.
Selanjutnya beliau mendirikan dan menjadi ketua Unit Pelayanan Bimbingan dan Konseling (UPBK) IKIP Padang (1986). Kemudian beliau menjabat lagi sebagai Dekan FIP IKIP Padang (1989 - 1996); penanggung jawab konsultan akademik penataran BK bagi guru – guru pembimbing SLTP/SLTA SELURUH Indonesia di PPPG Keguruan jakarta (1993 - sekarang); Ketua Tim Pengembang Nasional Student Support Service (3S) dan Carier Planning Development (CPD) untuk mahasiswa 30 LPTK Negeri seluruh Indonesia (1996- sekarang); ketua program BK pasca sarjana UNP (1995 - sekarang).
Dalam organisasi profesi BK, yaitu Ikatan petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) beliau pernah menjabat komisaris IPBI Daerah Sumatra bagian tengah dan selatan dan sebagai ketua umum pengurus besar (1991 – sekarang).

B. Konsep  Dasar
Konseling Pancawaskita disingkat (KOPASTA). Konseling Pancawaskita merupakan salah satu bentuk pendekatan dalam konseling dengan memadupadankan teori konseling (Eklektik). Kopasta menitik beratkan pada wawasan Pancawaskita. Pancawaskita mengintegrasikan lima faktor yang mempengaruhi individu yaitu:
a.         Pancasila.
b.         Lirahid (lima ranah kehidupan)
c.         Panca daya ( Takwa, Cipta, Rasa, Karsa, Karya)
d.        Masidu (lima kondisi yang ada pada diri individu) yang terdiri dari (rasa aman, kompetensi, aspirasi, semangat, pengunaan kesempatan)
e.         Likuladu (lima kekuatan diluar individu) yang terdiri dari (gizi, pendidikan, sikap, perlakuan orang lain, budaya dan kondisi insidensial)
Dalam sejarahnya KOPASTA dikembangkan sebagai salah satu pendekatan yang dilakukan dalam pelaksanaan konseling perorangan, para konselor diharapkan dapat menguasai pendekatan ini sebagai salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam penyelenggaraan konseling perorangan.
Konselor profesional dituntut mengintegrasikan lima faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu yaitu pancasila, pancadaya ( Takwa, Cipta, Rasa, Karsa, Karya),  lirahid/ lima ranah  kehidupan ( Jasmanah-rohaniah, social-material, Spiritual dunia, akherat, lokal-global/universal), lika lidu/ lima kekuatan di luar individu( gizi, pendidikan, sikap, perlakuan orang lain, budaya dan kondisi insidensial) , dan masidu/lima kondisi yang ada pada diri individu( rasa aman, kompetensi, aspirasi, semangat, pengunaan kesempatan). Pengaruh faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan secara cermat dan dilakukan pembinaan melalui konseling sehingga perkembangan dan kehidupan individu menjadi lebih membahagiakan. Kebahagan ini akan menjelma melalui kehidupan individu yang mandiri
Ditilik dari isinya konseling merupakan proses membangun pribadi yang mandiri. Sebelum seorang konselor membangun hal itu, terlebih dahulu ia perlu membangun pribadinya yang mandiri terlebih dahulu. Konselor yang mandiri itu akan mampu dari segi teknis dan psikologisnya menyelenggarakan konseling eklektik dengan wawasan pancawaskita. Waskita merupakan sifat yang terpancar dari kiat dan kinerja yang penuh dengan keunggulan semangat disertai dengan :
1.         Kecerdasan, bahwa konseling adalah pekerjaan yang diselenggarakan atas dasar teori dan teknologi yang tinggi serta pertimbangan akal yang jernih, matang dan kreatif.
2.         Kekuatan, bahwa konselor adalah pribadi yang tangguh baik dalam keluasan dan kedalaman wawasan berfikirnya, pengetahuan serta keterampilannya, maupun dalam kemauan dan ketekunannya dalam melayani kliennya.
3.         Keterarahan, bahwa kegiatan konseling berorientasi kepada keberhasilan klien mengoptimalkan perkembangan dirinya dan mengatasi permasalahanya.
4.         Ketelitian, bahwa konselor bekerja dengan cermat dan hati-hati serta berdasarkan data dalam memilih dan menerapkan teori dan teknologi konseling.
5.         Kearif bijaksanaan, bahwa konselor dalam menyikapi dan bertindak didasarkan pada peninjauan dan pertimbangan yang matang, kelembutan dan kesantunan terhadap klien dan orang lain pada umumnya sesuai dengan nilai moral dan norma-norma yang berlaku serta kode etik konseling.
Itulah panca waskita , kewaskitaan yang didalamnya terkandung  lima faktor yang akan menjadi andalan bagi keberhasilan seorang konselor.

1.      Hakekat Keberadaan
Dunia dan alam semesta dipenuhi oleh serba keberadaan. Sebutlah sesuatu, maka sesuatu itu adalah sebuah keberadaan. Keberadaan terbentang dari yang paling kasat mata dan teraba (konkrit) sampai yang paling khayal dan termaya (abstrak) serta gaib; dari yang paling besar sampai yang paling kecil, dari yang paling sederhana sampai yang tak terhingga, dan dari yang ada sampai tidak ada.
Dalam kedinamisan keberadaan sepanjang zaman, dua jenis keberadaan amatlah penting, yaitu keberadaan yang sedang ada (KSA) dan keberadaan yang mungkin mengada (KMA). KSA terwujud dalam kesadaran seseorang, sedangkan KMA merupakan dunia kemungkinan. Jika KSA merupakan suatu titik yang sedang dijangkau oleh seseorang pada suatu saat, maka KMA merupakan daerah yang masih berada di luar jangkauannya, tetapi ada kemungkinan untuk dijangkaunya.
Sesuatu yang berasal dari KMA dapat menjelma menjadi KSA, dan KSA dapat surut ke daerah keberadaan yang pernah ada (KPA). Adalah sangat dimungkinkan KPA muncul kembali ke dalam KSA. Untuk itu KPA terlebih dahulu masuk ke daerah KMA.
Baik KSA maupun KMA mempunyai peluang dan keterbatasan. Didalam kekuasaan Tuhan Yang Maha Mencipta kesadaran manusia tentang peluang dan keterbatasan KSA bersifat manusiawi yang ditentukan oleh unsur – unsur ruang dan waktu serta unsur – unsur kondisional. Sedangkan peluang dan keterbatasan KMA bersifat “abadi”. Peluang dan keterbatasan KMA berada diluar jangkauan dan kemampuan manusia; semuanya itu sepenuhnya berada di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa.

2.      Gatra
Keberadaan merupakan sesuatu yang penuh arti. Sesuatu yang penuh arti disebut gatra. Dalam dirinya sendiri gatra itu mengandung arti tertentu. Disamping itu, arti suatu gatra dapat pula diberikan dari luar, yaitu yang diberikan atau dibentuk oleh orang – orang yang berusaha menghayati dan / atau mendayagunakan gatra itu. Arti  dari dalam (ADD) suatu gatra bersifat amung dan demikianlah adanya (unik dan objektif), sedangkan arti yang diberikan dari luar (ADL) bersifat lentur.
Meskipun ADD sudah ada dengan sendirinya di dalam gatra, namun ADD itu tidak selalu dengan sendirinya tampak atau menampilkan diri. Bahkan seringkali terjadi ADD justru tersembunyi dan menunggu pengungkapan itu memerlukan usaha dan amat tergantung pada pengetahuan, kemampuan, dan kemauan orang yang bersangkutan. Berbeda dengan ADD yang bersifat menetap itu, ADL dapat “dibawa” ke mana saja oleh si pemberi arti, sehingga terkesan bahwa ADL bersifat seperti karet, direntang bisa panjang, disingkat bisa pendek; diangkat bisa tinggi, dibatasi bisa rendah; digali bisa dalam, ditimbun bisa dangkal; dibelok-belokkan ke mana pun bisa. Seperti pengungkapan ADD, ADL pun amat tergantung pada pengetahuan, kemampuan dan kemauan orang yang member arti terhadap gatra yang dimaksudkan.
Sifat keberadaan gatra adalah seperti sifat – sifat keberadaan benda pada umumnya. Ada yang “padat”, artinya bentuk dan isinya lebih pasti dan tidak mudah diubah; ada yang “cair”, artinya bentuk dan isinya mudah berubah; ada pula yang ibarat “gas” artinya bentuk, isi, dan kepadatannya amat mudah berubah, mengembang dan menguap. Demikian juga “warna” gatra. Ia dapat berwarna tunggal ataupun berwarna – warni bagai pelangi, ataupun kabur, buram, atau tanpa warna sama sekali.
ADD dan ADL suatu gatra tidak selalu sama, melainkan justru seringkali tidak bersesuaian, bahkan bertentangan. Keserasian antara ADD dan ADL suatu gatra akan mewujudkan kesatuan, kebulatan dan kemantapan arti dari gatra yang dimaksudkan. Sebaliknya, jika keserasian antara ADD dan ADL timpang, atau bahkan bertentangan, maka akan terjadi kesalahartian dengan berbagai akibatnya.
KSA (keberadaan yang sedang ada dalam sebuah gatra) yang ada pada diri klien dianalisis serta diberi suasana dan perlakuan – perlakuan khusus sehingga KMA (keberadaan yang mungkin ada dalam sebuah gatra) yang menguntungkan dan membahagiakan klien menjadi terwujud. Dengan penggatraan gatra dalam proses konseling itu klien dimungkinkan untuk berkembang menuju kemandiriannya.

3.      Hakekat Manusia
Manusia adalah suatu keberadaan dalam alam semesta ini; sebuah gatra. Berbeda dari gatra – gatra lain yang bukan manusia, ADD dan ADL pada manusia dapat diberi ciri berikut:
1.    ADD sangat bervariasi antara individu yang satu dengan individu lainnya; individu dapat memahami ADD-nya sendiri.
2.    Selain dapat memberikan ADL kepada gatra – gatra di luar dirinya, manusia pun dapat memberikan ADL kepada dirinya sendiri.
3.    Antar sesama individu atau sekelompok manusia dapat saling memberikanADL.
4.    ADD dan ADL terhadap diri sendiri serta ADL dari luar diri sendiri terus menerus berinteraksi yang menghasilkan perkembangan pada diri individu.
Ciri-ciri ADD dan  ADL seperti itulah kiranya yang membedakan secara amat tajam antara manusia dan bukan manusia sebagai makhluk Tuhan. Lebih dari makhluk – makhluk lainnya, manusia adalah makhluk yang tertinggi derajatnya. Ketertinggian derajat ini diperlengkapi dengan lima dimensi kemanusiaan yang melekat pada diri setiap insan, yaitu:
1.    Dimensi fitrah (dimfit).
2.    Dimensi keindividualan (dimin).
3.    Dimensi kesosialan (dimsos).
4.    Dimesi kesusilaan (dimsus).
5.    Dimensi keberagaman (dimag).


C.    Asumsi  perilaku bermasalah
Permasalahan yang dialami oleh seorang  individu terwujud di dalam tingkah lakunya. Ukuran kebermasalahannya tingkah laku individu diadu kepada nilai-norma- dan moral yang berlaku pada kehidupan sosio-budaya di lingkungannya. Memperhatikan dimensi 5x5x5 diatas, maka dapat diketahui bahwa akar dari permasalahan individu adalah kualitas pancadaya yang telah terkembangkan , likuladu, dan masidu, yaitu:
·         Ketaqwaan yang terputus.
·         Daya cipta yang lemah.
·         Daya rasa yang tumpul.
·         Daya karsa yang mandeg.
·         Daya karya yang mandul.
·         Gizi yang rendah.
·         Pendidikan yang macet.
·         Sikap dan perlakuan yang menolak dan kasar.
·         Budaya yang terbelakang.
·         Kondisi insidental yang merugikan.
·         Rasa aman yang terancam.
·         Kompetensi yang mentok.
·         Aspirasi yang terkungkung.
·         Semangat yang layu.
·         Kesempatan yang terbuang.
Secara umum keadaan pancadaya, likuladu dan masidu yang tidak atauvkurang menguntungkan akan menimbulkan permaslahan pada diri individu.dari pad itu, pengaruh likuladu dan masidu bersifat lebih langsung daripada pancadaya dan lebih khusus lagi, pengaruh masidu lebih langsung daripada likuladu terhadap permasalahan individu.

D.    Tujuan konseling pancawaskita
Menurut Prayitno (1988: 21) Konseling pancawaskita mempunyai tujuan yaitu terbangunnya gatra baru melalui pengungkapan, analisis, pemaknaan secara tepat dan positif terhadap Arti Dari Dalam (ADD), Arti Dari Luar (ADL), Keberadaan yang Sedang Ada (KSA), serta pembinaan Keberadaan yang Sedang Ada (KSA) baru dengan memperhatikan Keberadaan yang Mungkin Ada (KMA) positif yang ada pada diri klien.
E.     Peran konselor dalam koseling pancawaskita
Dalam konseling eklektik konselor mengarahkan usahanya kepada berbagai aspek pada diri klien yang menjadi fokus penggarapan oleh penedekatan-pendekatan konseling yang berbeda.
Prayitno (1988: 32) menjelaskan masalah klien yang mengemukakan dalam konseling dapat menyangkut satu atau lebih fokus beberapa pendekatan. Dalam proses investigasi dan interpretasi konselor dapat mengungkapkan fokus tersebut dengan sangkut paut Masidunya. Dengan teknik yang tepat, konselor menyelenggarakan intervensi untuk mendorong Masidu menjadi lebih positif. Lebih jauh, siswa diharapkan dapat memerdekakan dan membangun dirinya.
            Konselor dalam konseling pancawaskita mengarahkan usahanya kepada berbagai aspek pada diri siswa yang menjadi fokus penggarapan oleh pendekatan-pendekatan konseling seperti motivasi belajar rendah, dalam Masidu adalah semangat yang layu  dengan mengubah gatra lama menjadi gatra baru yaitu munculnya semangat dalam belajar yang tinggi. Dalam proses investigasi dan interpretasi konselor dapat mengungkap fokus tersebut dengan sangkut paut Masidunya dengan teknik yang tepat serta mendorong Masidu menjadi lebih positif lebih jauh klien diharapkan dapat memerdekakan dan membangun dirinya.

F.     Deskripsi  Proses Konseling Pancawaskita
Proses konseling setiap kali dipenuhi dengan berbagai gatra, khususnya berkenaan dengan aspek – aspek tingkah laku klien yang menjadi fokus penanganan konseling. Gatra yang berupa tindakan yang salah suai (tindakan yang menyimpang), pola pikir tidak rasional, perasaan berdosa, tidak naik kelas, keadaan ditinggal pacar, misalnya merupakan gatra – gatra yang perlu mendapat perhatian penuh dalam konseling. Demikian pula gatra – gatra yang lebih bersifat positif, seperti mendapat juara kelas, IQ 130, berparas cantik, tidak pernah sakit keras, rajin sholat.
Dalam menyikapi dan menangani gatra – gatra tersebut,
pertama – tama yang harus dilakukan oleh konselor adalah memandangnya sebagai sisi tertentu yang penuh arti dari diri klien, yang tidak boleh diabaikan begitu saja.
Kedua, ADD gatra tersebut perlu dikaji sehingga terungkap dan disadari oleh klien, serta selanjutnya kepadanya diberikan ADL yang tepat dan positif sehingga semuanya bermakna cukup kuat bagi pengembangan kemandirian klien.
Ketiga, terhadap KSA yang merupakan perwujudan gatra yang menjadi fokus konseling diberikan makna yang tepat dan positif dengan mengantisipasi KMA-nya.
Keempat, pemaknaan KSA dengan mengantisipasi KMA-nya itu secara langsung mengarah kepada penampilan KSA baru sebagai realisasi KMA positif yang terkandung didalam gatra yang dimaksud.
Kelima, dalam proses pengungkapan, analisis, pemaknaan dan pembinaan itu memungkinkan diterapkannya berbagai pendekatan dan teknik konseling.
Kelima langkah dalam konseling tersebut diatas merupakan proses penggatraan gatra melalui pendekatan konseling eklektik. Gatra – gatra (lama) yang semula muncul setelah diproses dalam konseling diubah atau dikembangkan menjadi gatra – gatra baru yang lebih menunjang kemandirian klien seperti:

Gatra Lama
               
Gatra Baru
·         Tindakan salah suai
·         Pola pikir tidak rasional
·         Perasaan berdosa
·         Tidak naik kelas
·         Ditinggal pacar
·         Juara kelas
·         IQ 130
·         Berparas cantik
·         Tidak pernah sakit keras
·         Rajin sholat
               
Tindakan yang lebih efektif dan efisien.
Pola pikir rasional.
Suasana bertobat.
Kemauan untuk belajar lebih keras, dikuasainya keterampilan belajar yang lebih efektif.
Sabar dan tawakal, lebih percaya diri.
Semangat bersaing secara sehat dalam belajar.
Lebih giat belajar.
Bersyukur kepada Tuhan YME, upaya meningkatkan femininitas lebih hati – hati menjaga diri.
Bersyukur dan lebih giat bekerja.
Lebih banyak berdo’a, bekerja dan beramal.
Paradigma penggatraan gatra itu menuntut keluasan wawasan, kedalaman dan ketajaman analisis gatra lama, serta ketepatan antisipasi dan pembinaan gatra baru. Sejalan dengan itu, pendekatan eklektik dalam proses konseling menuntut kedalaman dalam pemahaman berbagai teknik konseling dan penerapannya. Konselor sepenuhnya bertanggung jawab atas ke dua tuntutan tersebut. Tuntutan pertama menyangkut isi konseling, sedangkan tuntutan kedua berkenaan dengan metodologi konseling.
Konseling merupakan proses sinergik untuk mengoptimalkan energi pada diri klien dalam rangka pengembangan dan pemecahan masalah klien. Gatra – gatra yang ada pada saat memasuki dan menjalani konseling diproses menjadi gatra – gatra yang lebih positif kepada kualitas pancadaya dan likuladu.
Konseling yang lengkap meliputi lima proses yaitu:
b.    Proses pengantaraan (introduction).
          Proses pengantaraan ini mengantarkan klien memasuki kegiatan konseling dengan segenap pengertian, tujuan, dan asas yang menyertainya. Proses pengantaraan ini ditempuh melalui kegiatan penerimaan yang bersuasana hangat, permisif, dan KTPS (”klien tidak pernah salah”), serta penstrukturan. Apabila proses awal ini sukses, klien akan mampu menjalani proses konseling selanjutnya dengan hasil yang lebih menjanjikan.
c.    Proses penjajagan (investigation).
     Proses penjajagan ini dapat diibaratkan sebagai membuka dan memasuki ruangan sumpek atau hutan belantara yang berisi gatra – gatra klien bersangkut – paut dengan perkembangan dan permasalahannya. Sasaran penjajagan adalah hal – hal yang dikemukakan klien dan hal – hal yang perlu dipahami tentang diri klien. Seluruh sasaran penjajagan ini adalah sebagai gatra yang selama ini terpendam, tersalahartikan dan / atau pun terhambat pengembangannya pada diri klien.
d.   Proses penafsiran (interpretation).
     Apa yang terungkap melalui penjajagan merupakan berbagai gatra yang perlu diartikan. Gatra-gatra klien itu (yang cukup signifikan) perlu diketahui ADD-nya secara tepat dan diberikan ADL-nya secara positif, dinamis dan tepat pula. Gatra yang besar diurai menjadi gatra yang lebih kecil, sebaliknya sejumlah gatra dirangkum menjadi gatra yang lebih luas; gatra yang satu dikaitkan dan di lihat relevansinya dengn gatra atau gatra-gatra lainnya. Hasil proses penafsiran ini pada umumnya adalah aspek – aspek KSA dan KMA pada diri klien dengan jelas, tepat dan terjangkau segi – segi dinamikanya. Dalam rangka penafsiran ini, upaya diagnosis dan prognosis dapat memberikan manfaat yang berarti.
e.    Proses pembinaan (intervension)
     Proses pembinaan ini secara langsung mengacu kepada pengentasan masalah dan pengembangan diri klien. Upaya pembinaan diarahkan bagi terwujudnya KMA yang telah dihasilkan melalui proses interpretasi. Arah dan sasaran jangka pendek dan langsung pembinaan adalah terkembangkannya masidu yang lebih memandirikan dan membahagiakan klien dan lingkungannya serta produktif. Dengan berbagai teknik khusus dalam konseling sasaran jangka pendek itu didorong pencapaiannya. Lebih jauh, sedapat – dapatnya proses konseling hendaknya juga mampu menyentuh likuladu yang besar pengaruhnya terhadap kehidupan klien. Karena likuladu pada umumnya tidak dapat langsung terjangkau oleh proses konseling yang terwujud dalam pertemuan tatap muka antara klien dan konselor, maka pembinaan terhadap likuladu itu biasanya terlaksana melalui pendekatan ”politik”. Pembinaan terhadap masidu dan likuladu itu diharapkan juga meningkatkan pencadaya klien. Melalui pembinaan dalam konseling, gatra – gatra lama diproses menjadi gatra – gatra baru yang lebih memungkinkan berfungsinya energi pada diri klien secara optimal.
f.     Proses penilaian / pengembangan (inspection)
     Upaya pembinaan melalui konseling diharapkan menghasilkan hal – hal ataupun perubahan yang berguna bagi klien, khususnya berkenaan dengan masidu. Lebih konkrit lagi, hasil – hasil tersebut hendaknya berapa meningkat dan semakin efektifnya wawasan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap bagi kehidupan klien dalam lingkungan lirahid. Kadar perubahan yang terjadi pada diri klien dapat diungkapkan atau dinilai segera menjelang akhirnya proses konseling, dalam jangka pendek beberapa hari kemudian, atau dalam jangka waktu yang lebih panjang. Ketika proses konseling akan segera diakhiri, misalnya konselor dapat menanyakan kepada klien beberapa hal yang merupakan buah dari proses yang baru saja berlangsung, yaitu pengetahuan, atau informasi baru apa yang diperoleh klien, bagaimana perasaan klien (apakah tambah ringan, relaks, terbebas dari himpitan yang memberatkan atau menyesakkan, dan sebagainya) serta kegiatan apa yang akan dilakukan klien untuk menindaklanjuti hasil – hasil konseling yang telah tercapai. Sedangkan, penilaian pasca konseling yang lebih jauh, baik dalam jangka pendek (beberapa hari) maupun yang lebih panjang, mengacu kepada pemecahan masalah dan perkembangan klien secara lebih menyeluruh.
     Setiap penilaian, baik diakhir proses konseling, jangka pendek maupun jangka panjang, perlu diikuti tindaklanjutnya demi keberhasilan klien yang lebih jauh. Tindak lanjut itu dapat mencegah perlu diadakannya konseling lanjutan, penerapan pendekatan dan teknik – teknik lain dalam proses konseling, ditampilkannya materi bahasan yang baru dan / atau lebih mendalam, dan nilai sebagainya, serta bila diperlukan tindak lanjut yang berupa alih tugas khusus.
     Sasaran kelima proses itu adalah gatra – gatra yang ada pada diri individu (klien) berkenaan dengan tingkah lakunya yang bermasalah dengan segenap latar belakang dan sangkut pautnya.

G.    Teknik-teknik dalam Konseling Pancawaskita
1.      Teknik umum meliputi pokok – pokok:
·         Penerimaan terhadap klien (manklien).
·         Sikap dan jarak duduk (sjduk).
·         Kontak mata (konmat).
·         Tiga M (mendengar dengan baik, memahami secara tepat, serta merespon secara tepat dan positif) (Tiga M).
·         Kontak psikologis (konpsik).
·         Penstrukturan (struk).
·         Ajakan untuk berbicara (ajbir).
·         Pertanyaan terbuka (tabuk).
·         Refleksi: isi dari perasaan (ref).
·         Keruntutan (runtut).
·         Penyimpulan (pul).
·         Penafsiran (afsir).
·         Konfrontasi (fron).
·         Ajakan untuk memikirkan sesuatu yang lain (kirlan).
·         Peneguhan hasrat (husrat).
·         “penfrustasian” klien (frus).
·         Strategi “tidak memanfaatkan” klien (tmaf).
·         Suasana diam (sudim).
·         Tranferensi dan kontra-tranferensi (trans dan konstran).
·         Teknik eksperimental (eksper).
·         Interpretasi pengalaman masa lampau (imaslam).
·         Asosiasi bebas (asbas).
·         Sentuhan jasmaniah (senjas).
·         Penilaian (lai).
·         Penyusunan laporan (lap).

2.      Teknik khusus meliputi pokok – pokok:
·         Pemberian informasi (inf).
·         Pemberian contoh (con).
·         Pemberian contoh pribadi (conpri).
·         Perumusan tujuan (tuj).
·         Latihan penenangan: sederhana dan penuh (tinang).
·         Kesadaran tubuh (sadbuh).
·         Disenstisisasi dan sensitisasi (desensit dan sensit).
·         Kursi kosong (kurkos).
·         Permainan peran dan permainan dialog (mairan dan mailog).
·         Latihan keluguan (tilug).
·         Latihan seksual (tisek).
·         Latihan transaksional (sisran).
·         Analisis gaya hidup (sisgahid).
·         Kontrak (trak).
·         Pemberian nasihat (nas).
Teknik – teknik tersebut dipilih dan ditetapkan sesuai dengan keunikan klien dengan masalah dan perkembangannya, sejak awal sampai diakhrinya proses konseling. Meskipun teknik – teknik tersebut pada umumnya dipergunakan dalam konseling perorangan namun banyak diantaranya yang cukup efektif bila dimanfaatkan dalam konseling kelompok.
Dalam konseling eklektik konselor mengarahkan usahanya kepada berbagai aspek pada diri klien yang menjadi fokus penggarapan oleh pendekatan – pendekatan konseling yang berbeda seperti:
a.       Mengangkat materi ketidak sadaran yang menyebabkan tingkah laku salah suai ke kesadaran (konseling psikoanalitik klasik).
b.      Memperkuat fungsi ego (konseling ego).
c.       Mengatasi inferioritas menuju superioritas (konseling psikologi individual).
d.      Mengembangkan transaksi yang sejajar, positif, dan produktif (konseling analisis transaksional).
e.       Memperkuat dan mengembangkan self (konseling self).
f.       Membangun integrasi kepribadian (konseling gestalt).
g.      Mengubah tingkah laku salah suai (konseling behavioral).
h.      Mengembangkan tingkah laku yang benar, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kenyataan (konseling realitas).
i.        Mengganti belief irrational menjadi belief rational (konseling rasional – emotif).


H.    Kelebihan dan  Keterbatasan
Kelebihannya:
·         Guru pembimbing atau konselor dapat memperoleh alternative pemecahan masalah siswa dengan penerapan konseling pancawaskita untuk menangani motivasi belajar rendah.
·         Dapat digunakan sebagai masukan bagi siswa tentang pentingnya motivasi belajar.
·         Konseling pancawaskita merupakan salah satu pendekatan yang didasarkan pada berbagai konsep dan tidak berorientasi pada satu teori eksklusif tetapi merupakan perpaduan dari berbagai unsur yang diambil dan dipilih dari beberapa konsepsi serta pendekatan atau disebut konseling elektrik dalam mengintegrasikan factor yang dipengaruhi individu.
Kelemahannya:
·         Kurangnya pemahaman tentang konseling pancawaskita sehingga masih jarang digunakan  dalam proses konseling dilapangan.
·         Belum banyak  yang mengembangkan konsep ini sehingga referensi terbatas
·         Intrepretasi dari konseling Pancawaskita dalam dunia pendidikan kurang begitu diminati oleh sebagian besar para konselor karena terlalu rumit dalam pemahaman serta penerapnnya.

I.       Aplikasi dan Penerapan Konseling Pancawasita
Gatra dengan Arti Dari Dalam (ADD) dan Arti Dari Luar (ADL) yang luar biasa. Individu merupakan sumber energi apabila dikembangkan sebesar-besarnya akan dapat bermanfaat bagi diri individu itu sendiri, individu lain dan lingkungannya. Mengembangkan kekuatan pada diri individu untuk mampu memerdekakan dari lingkungan yang menyesatkan itu. Ia harus mampu memproklamasikan kemerdekaan diri dari penjajahan kekuatan destruktif masidu, likuladu, dan masalah yang diidapnya.
Dengan demikian, konseling mendorong terjadinya pembebasan yang memungkinkan individu mengaktifkan potensi/energi yang ada pada dirnya. Setelah proklamasi terjadi, maka konseling membawa individu kearah pembangunan diri bagi kemandiriannya, dengan dimanfaatkan sebesar-besarnya potensi/energi, baik yang ada pada diri individu maupun diluarnya.







BAB III
KESIMPULAN

A.     Kesimpulan
Konselor profesional dituntut mengintegrasikan lima faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu yaitu pancasila, pancadaya (Takwa, Cipta, Rasa, Karsa, Karya),  lirahid/ lima ranah  kehidupan (Jasmanah-rohaniah, social-material, Spiritual dunia, akherat, lokal-global/universal), lika lidu/ lima kekuatan di luar individu( gizi, pendidikan, sikap, perlakuan orang lain, budaya dan kondisi insidensial), dan masidu/lima kondisi yang ada pada diri individu (rasa aman, kompetensi, aspirasi, semangat, pengunaan kesempatan).
Teknik – teknik dalam kegiatan konseling yang digunakan adalah teknik secara umum dan secara khusus. Sedangkan proses dalam kegiatan konseling antara lain proses pengantaraan, proses penjajagan, proses penafsiran, proses pembinaan, dan proses penilaian. Tujuan pancawaskita yaitu terbangunnya gatra baru melalui pengungkapan, analisis, pemaknaan secara tepat dan positif terhadap Arti Dari Dalam (ADD), Arti Dari Luar (ADL), Keberadaan yang Sedang Ada (KSA), serta pembinaan Keberadaan yang Sedang Ada (KSA) baru dengan memperhatikan Keberadaan yang Mungkin Ada (KMA) positif yang ada pada diri klien.


B.     Kritik dan Saran
Dalam konsep konseling pancawaskita ini terlalu banyak teknik yang digunakan sehingga cenderung membingungkan. Selain itu belum adanya orang lain yang mengembangkan teori ini sehingga hanya terbatas referensinya yaitu pada Prof. Prayitno saja.
Saran kami Dalam proses pembuatan makalah ini diharapkan para guru pembimbing (konselor) mampu memahami tentang pendekatan konseling Pancawaskita sehingga mampu menjadi alternatif dalam konseling nantinya. Dalam hal ini, konselor profesional dituntut mengintegrasikan lima faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu, yaitu Pancasila, Pancadaya, Lirahid, Likuladu, dan Masidu.
Selain itu, konselor juga harus memahami tentang hakekat kepribadian dari pancawaskita, arti dari gatra, macam – macam proses dalam kegiatan konseling,asumsi perilaku dan teknik – teknik yang digunakan dalam kegiatan konseling.




DAFTAR PUSTAKA
Prayitno. 2005. Konseling Pancawaskita. Padang : Universitas Negeri Padang.